Mengapa Gempa Sulit Diprediksi…???

Jakarta (ANTARA News) – Pada 11 Maret lalu, tanpa ada peringatan terlebih dahulu, salah satu gempa bumi terbesar di dunia, mengguncang pantai Sendai di Jepang.

New Scientist menjelaskan mengapa gempa bumi sulit sekali diprediksi, mengapa seismolog berusaha meramalkannya, dan pendekatan apa yang mengantar kepada ketepatan prediks di masa datang.

Bisakah gempa diprediksi?

Tidak, setidaknya tidak pada ketika kita bisa menerbitkan peringatan lebih lengkap dalam jangka waktu dan lokasi tertentu sehingga memungkinkan kita bisa melakukan evakuasi.

Kebanyakan gempa bumi terjadi di lokasi-lokasi yang sudah dapat diprediksi di sepanjang zona-zona patahan terkenal, seperti tunjaman besar pekan lalu yang terjadi lepas pantai Jepang.

Seberapa tepat gempa dapat diprediksi?

Untuk tempat-tempat dengan tingkat aktivitas historis tinggi, peluang bahwa sebuah gempa akan mengguncang di periode beberapa dekade mendatang bisa amat besar.

“Kita memiliki model yang menyebutkan bahwa di California selatan untuk 30 tahun mendatang, peluang terjadinya gempa bumi berkekuatan 7,5 atau lebih besar dari itu adalah 38 persen,” kata Thomas Jordan, Direktur Pusat Gempa Bumi California dan anggota Kolaboratorium Studi Prediktabilitas Gempa Bumi.

Jika model-model yang sama digunakan untuk menghitung peluang satu gempa terjadi di California selatan pekan depan, maka kemungkinannya akan turun sekitar 0,02 persen, kata Jordan.

Mengapa gempa bumi besar sulit sekali diprediksi?

Prediksi yang terpercaya membutuhkan prasyarat, berupa semacam sinyal di bumi yang mengindikasikan gempa bumi bakal terjadi.  Sinyal itu harus terjadi hanya sebelum terjadinya gempa bumi besar dan harus terjadi sebelum semua gempa besar terjadi.

Sementara ini, para seismolog gagal menemukan prasyarat-prasyarat itu, bahkan ketika semua itu ada.

Sinyal-sinyal apa yang dianggap seismolog bisa memprediksi gempa besar?

Serangkaian besar sinyal-sinyal potensial telah dipelajari, berkisar dari meningkatnya konsentrasi gas radon, perubahan pada aktivitas elektromagnetik, guncangan awal yang menandakan gempa besar akan terjadi, berbelok atau terdeformasinya permukaan Bumi, perubahan geokimia air tanah, dan bahkan prilaku ganjil binatang di masa sebelum gempa bumi besar terjadi.

Apakah semua pendekatan ini bekerja?

Untuk setiap sinyal terdaftar di atas, kami memiliki bukti bahwa sinyal-sinyal itu mungkin berlaku ganjil sebelum terjadinya satu gempa besar. Sayangnya, penyimpangan-penyimpangan ini juga terjadi manakala tak ada gempa besar yang mengikuti sinyal-sinyal itu.

“Saat Anda benar-benar meneliti ini semua, tak ada satu pun yang ajeg,” kata Susan Hough, ahli geofisika pada Institut Teknologi California di Pasadena.

Pendekatan apa saja yang mendekatkan kepada prediksi yang bisa tepat memperkirakan di masa depan?

Sejumlah peneliti terus mengamati perubahan pada sinyal-sinyal elektromagnetik yang mengawali gempa bumi besar.  Pendekatan ini diciptakan atas hasil kerja Friedemann Freund pada NASA Ames Research Center di California. Freund menunjukkan bahwa kompresi batuan bisa mengantar kepada pembentukan muatan listrik positif di Bumi yang dapat menjelaskan sinyal-sinyal elektromagnetik ganjil yang mendahului gempa.

Mungkinkah terjadi gempa bumi besar lain di Jepang menyusul gempa dahsyat lalu?

Hampir 200 guncangan setelah gempa dengan intensitas 5 atau lebih dalam skala Jepang yang berakhir di angka 7, terjadi pada tiga hari pertama Gempa Sendai 11 Maret, demikian Badan Meteorologi Jepang. Kemungkinan gempa susulan dengan skala 5 atau di atasnya, terjadi antara 14 dan 17 Maret berada di tingkat kemungkinan 40 persen.

Sumber : Antaranews

Tinggalkan komentar